Sabtu, 11 Juli 2020

MINYAK BUMI

Untuk melihat seberapa paham kamu setelah membaca materi ini, kerjakan link berikut:
https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSfzCxnQCBmQVG2CcSQbroLnc4ndbooWrVQ18egmuKImnrKLJA/viewform?usp=sf_link



Minyak bumi merupakan komoditi hasil tambang yang sangat besar peranannya dalam perekonomian Indonesia. Minyak bumi merupakan campuran dari berbagai senyawa. Penyusun utama minyak bumi adalah hidrokarbon, terutama alkana, sikloalkana, dan senyawa aromatis. Penampakan fisik minyak bumi sangat beragam, tergantung dari komposisinya.
Pada umumnya, minyak bumi yang baru dihasilkan dari sumur pengeboran berupa lumpur berwarna hitam atau cokelat gelap, meskipun ada juga minyak bumi yang berwarna kekuningan, kemerahan, atau kehijauan. Minyak hasil pengeboran ini disebut minyak mentah (crude oil). Komposisi penyusun minyak bumi selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Jenis Senyawa
Jumlah (Persentase)
Contoh
Hidrokarbon
90 – 99 %
Alkana, sikloalkana, dan aromatis
Senyawa belerang
0,1 – 7 %
Tioalkana (R – S – R)
Alkanatiol (R – S – H)
Senyawa nitrogen
0,01 – 0,9 %
Pirol (C4H5N)
Senyawa oksigen
0,01 – 0,4 %
Asam Karboksilat
Organologam
Sangat kecil
Senyawa logam nikel



Proses Terjadinya Minyak Bumi
Salah satu teori terjadinya minyak bumi adalah teori “dupleks”. Menurut teori ini, minyak bumi terbentuk dari penguraian senyawa-senyawa organik dari jasad mikroorganisme jutaan tahun yang lalu di dasar laut atau di darat. Sisa-sisa tumbuhan dan hewan tersebut tertimbun oleh endapan pasir, lumpur, dan zat-zat lain selama jutaan tahun dan mendapat tekanan serta panas bumi secara alami. Bersamaan dengan proses tersebut, bakteri pengurai merombak senyawa-senyawa kompleks dalam jasad organik menjadi senyawa-senyawa hidrokarbon. Proses penguraian ini berlangsung sangat lamban sehingga untuk membentuk minyak bumi dibutuhkan waktu yang sangat lama. Itulah sebabnya minyak bumi termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, sehingga dibutuhkan kebijaksanaan dalam eksplorasi dan pemakaiannya.
Hasil peruraian yang berbentuk cair akan menjadi minyak bumi dan yang berwujud gas menjadi gas alam. Untuk mendapatkan minyak bumi ini dapat dilakukan dengan pengeboran. Beberapa bagian jasad renik mengandung minyak dan lilin. Minyak dan lilin ini dapat bertahan lama di dalam perut bumi. Bagian-bagian tersebut akan membentuk bintik-bintik, warnanya pun berubah menjadi cokelat tua. Bintink-bintik itu akan tersimpan di dalam lumpur dan mengeras karena terkena tekanan bumi. Lumpur tersebut berubah menjadi batuan dan terkubur semakin dalam di dalam perut bumi. Tekanan dan panas bumi secara alami akan mengenai batuan lumpur sehingga mengakibatkan batuan lumpur menjadi panas dan bintin-bintik di dalam batuan mulai mengeluarkan minyak kental yang pekat. Semakin dalam batuan terkabur di perut bumi, minyak yang dihasilkan akan semakin banyak. Pada saat batuan lumpur mendidih, minyak yang dikeluarkan berupa minyak cair yang bersifat encer, dan saat suhunya sangat tinggi akan dihasilkan gas alam. Gas alam ini sebagian besar berupa metana.
Sementara itu, saat lempeng kulit bumi bergerak, minyak yang terbentuk di berbagai tempat akan bergerak. Minyak bumi yang terbentuk akan terkumpul dalam pori-pori batu pasir atau batu kapur. Oleh karena adanya gaya kapiler dan tekanan di perut bumi lebih besar dibandingkan dengan tekanan di permukaan bumi, minyak bumi akan bergerak ke atas. Apabila gerak ke atas minyak bumi ini terhalang oleh batuan yang kedap cairan atau batuan tidak berpori, minyak akan terperangkap dalam batuan tersebut. Oleh karena itu, minyak bumi juga disebut petroleum. Petroleum berasal dari bahasa Latin, petrus artinya batu dan oleum yang artinya minyak.
Daerah di dalam lapisan tanah yang kedap air tempat terkumpulnya minyak bumi disebut cekungan atau antiklinal. Lapisan paling bawah dari cekungan ini berupa air tawar atau air asin, sedangkan lapisan di atasnya berupa minyak bumi bercampur gas alam. Gas alam berada di lapisan atas minyak bumi karena massa jenisnya lebih ringan daripada massa jenis minyak bumi. Apabila akumulasi minyak bumi di suatu cekungan cukup banyak dan secara komersial menguntungkan, minyak bumi tersebut diambil dengan cara pengeboran. Minyak bumi diambil dari sumur minyak yang ada di pertambangan-pertambangan minyak. Lokasi-lokasi sumur-sumur minyak diperoleh setelah melalui proses studi geologi analisis sedimen karakter dan struktur sumber.
Berikut adalah proses pembentukan minyak bumi beserta gambar ilustrasi:
1. Ganggang hidup di danau tawar (juga di laut). Mengumpulkan energi dari matahari dengan fotosintesis













2. Setelah ganggang-ganggang ini mati, maka akan terendapkan di dasar cekungan sedimen dan membentuk batuan induk (source rock). Batuan induk adalah batuan yang mengandung karbon (High Total Organic Carbon). Batuan ini bisa batuan hasil pengendapan di danau, di delta, maupun di dasar laut. Proses pembentukan karbon dari ganggang menjadi batuan induk ini sangat spesifik. Itulah sebabnya tidak semua cekungan sedimen akan mengandung minyak atau gas bumi. Jika karbon ini teroksidasi maka akan terurai dan bahkan menjadi rantai karbon yang tidak mungkin dimasak.


3.  Batuan induk akan terkubur di bawah batuan-batuan lainnya yang berlangsung selama jutaan tahun. Proses pengendapan ini berlangsung terus menerus. Salah satu batuan yang menimbun batuan induk adalah batuan reservoir atau batuan sarang. Batuan sarang adalah batu pasir, batu gamping, atau batuan vulkanik yang tertimbun dan terdapat ruang berpori-pori di dalamnya. Jika daerah ini terus tenggelam dan terus ditumpuki oleh batuan-batuan lain di atasnya, maka batuan yang mengandung karbon ini akan terpanaskan. Semakin kedalam atau masuk amblas ke bumi, maka suhunya akan bertambah. Minyak terbentuk pada suhu antara 50 sampai 180 derajat Celsius. Tetapi puncak atau kematangan terbagus akan tercapai bila suhunya mencapat 100 derajat Celsius. Ketika suhu terus bertambah karena cekungan itu semakin turun dalam yang juga diikuti penambahan batuan penimbun, maka suhu tinggi ini akan memasak karbon yang ada menjadi gas.

4. Karbon terkena panas dan bereaksi dengan hidrogen membentuk hidrokarbon. Minyak yang dihasilkan oleh batuan induk yang telah matang ini berupa minyak mentah. Walaupun berupa cairan, ciri fisik minyak bumi mentah berbeda dengan air. Salah satunya yang terpenting adalah berat jenis dan kekentalan. Kekentalan minyak bumi mentah lebih tinggi dari air, namun berat jenis minyak bumi mentah lebih kecil dari air. Minyak bumi yang memiliki berat jenis lebih rendah dari air cenderung akan pergi ke atas. Ketika minyak tertahan oleh sebuah bentuk batuan yang menyerupai mangkok terbalik, maka minyak ini akan tertangkap dan siap ditambang.

PENGOLAHAN MINYAK BUMI
Minyak mentah (crude oil) tidak dapat langsung digunakan. Agar dapat dimanfaatkan, maka minyak bumi harus mengalami proses pengolahan dahulu. Pengolahan minyak bumi dilakukan pada kilang minyak melalui dua tahap. Pengolahan tahap pertama (primary processing) dilakukan dengan cara distilasi bertingkat dan pengolahan tahap kedua (secondary processing) dilakukan dengan berbagai cara.
Pengolahan tahap pertama
Pengolahan tahap pertama dilakukan dengan distilasi bertingkat, yaitu proses distilasi berulang-ulang sehinggadidapatkan berbagai macam hasil berdasarkan perbedaan titik didihnya. Hasil pada proses distilasi bertingkat ini meliputi dapat dilihat pada gambar skema berikut.

1.        Fraksi pertama menghasilkan gas yang pada akhirnya dicairkan kembali dan dikenal dengan nama elpiji atau LPG (Liquefied Petroleum Gas). LPG digunakan untuk bahan bakar kompor gas dan mobil BBG atau diolah lebih lanjut menjadi bahan kimia lainnya.
2.        Fraksi kedua disebut nafta (gas bumi). Nafta tidak dapat langsung digunakan tetapi diolah lebih lanjut pada tahap kedua menjadi bensin (premium) atau bahan petrokimia yang lain. Nafta sering disebut bensin berat.
3.        Fraksi ketiga atau fraksi tengah, selanjutnya dibuat menjadi kerosin (minyak tanah) dan avtur (bahan bakart pesawat jet).
4.        Fraksi keempat sering disebut solar yang digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
5.        Fraksi kelima disebut juga minyak berat dan diolah menjadi minyak pelumas
6.        Residu yang berisi hidrokarbon rantai panjang dan dapat diolah lebih lanjut pada tahap kedua menjadi berbagai senyawa karbon lainnya, dan sisanya sebagai aspal dan parafin.
Pengolahan tahap kedua
Pada pengolahan tahap kedua, dilakukan berbagai proses lanjutan dari hasil penyulingan pada tahap pertama. Proses-proses tersebut meliputi:
1.    Perengkahan (cracking)
Pada proses ini, dilakukan perubahan struktur kimia senyawa-senyawa hidrokarbon yang meliputi: pemecahan rantai, alkilasi (pembentukan gugus alkil), polimerisasi (penggabungan rantai karbon), reformasi (perubahan struktur), dan isomerisasi (perubahan isomer).
2.    Proses ekstraksi
Pembersihan produk dengan menggunakan pelarut sehingga didapatkan hasil yang lebih banyak dan mutu lebih baik.
3.    Proses kristalisasi
Proses pemisahan produk-produk melalui perbedaan titik cairnya. Misalnya, dari pemurnian solar melalui proses pendinginan, penekanan, dan penyaringan akan diperoleh produk sampingan lilin.
4.    Pembersihan dari kontaminasi (treating)
Pada proses sebelumnya, sering terjadi kontaminasi (pengotoran). Kotoran ini harus dibersihkan dengan cara menambahkan soda kaustik (NaOH), tanah liat atau proses hidrogenasi.
Hasil proses tahap kedua ini dapat dikelompokkan berdasarkan titik didih dan jumlah atom karbon pembentuk rantai karbonnya.
Titik didih
Jumlah atom karbon
Kegunaan
< 20 oC
C1 – C4
Bahan bakar gas, dikenal sebagai LPG
Bahan baku pembuatan berbagai produk petrokimia
20 – 60 oC
C5 – C6
Dikenal sebagai petroleum eter, merupakan pelarut non-polar, digunakan sebagai cairan pembersih
60 – 100 oC
C6 – C7
Ligrolin atau nafta, pelarut non-polar, dan cairan pembersih
40 – 200 oC
C5 – C10
Bensin sebagai bahan bakar minyak
175 – 325 oC
C12 – C18
Kerosin (minyak tanah), avtur
250 – 400 oC
C12 ke atas
Solar, minyak diesel
Zat cair
C20 ke atas
Oli, pelumas
Zat padat
C20 ke atas
Lilin parafin, aspal ter

BENSIN
Hasil pengolahan minyak bumi umumnya digunakan sebagai bahan bakar. Bensin merupakan salah satu bahan bakar hasil pengolahan minyak bumi yang penting. Saat ini ada beberapa jenis bensin yang beredar di pasaran diantaranya premium, pertamax, dan pertamax plus.
Mutu bensin ditentukan oleh efektifitas pembakarannya di dalam mesin. Bensin yang baik tidak menimbulkan ketukan (knocking) pada mesin. Ketukan pada mesin terjadi bila bensin terbakar tidak pada saat yang tepat, sehingga akan mengganggu gerakan piston pada mesin.
Angka yang digunakan untuk menunjukkan mutu bensin ini disebut angka oktan atau bilangan oktana. Semakin tinggi angka oktan bensin, semakin baik mutu bensin tersebut. Penentuan angka oktan suatu bahan bakar dilakukan dengan pengujian di laboratorium, yaitu dengan membandingkan efisiensi pembakarannya dengan bensin standar.
Bensin standar yang mengandung 100 % isooktana diberi angka oktan 100, sedangkan yang mengandung 100% n-heptana diberi angka oktan 0. Jadi, bensin standar yang mempunyai angka oktan 60 artinya mengandung 60% isooktana dan 40% n-heptana. Alkohol yang mempunyai angka oktan 112, bukan berarti bahwa alkohol tersebut mengandung isooktana 112%. Akan tetapi, alkohol tersebut mempunyai efisiensi pembakaran 12% di atas bensin standar yang berkadar isooktana 100%. Jadi, jika suatu bahan bakar mempunyai angka oktan 80 berarti mutu (kualitas) pembakarannya setara dengan bensin standar yang mengandung 80% isooktana dan 20% n-heptana.
Bensin yang dihasilkan dari proses penyulingan mempunyai angka oktan 70 – 80. Peningkatan angka oktan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menambahkan TEL (Tetra Ethyl Lead) dengan rumus kimia Pb(C2H5)4. Cara ini efektif, tetapi timbal sisa pembakarannya dapat mengendap di mesin. Oleh karena itu, perlu ditambahkan senyawa 1,2-dibroetana (C2H4Br2), yang nanti akan mengikat timbal menjadi PbBr2 yang mudah menguap. Adanya PbBr2 yang berasal dari bensin menimbulkan masalah pencemaran.

DAMPAK PEMBAKARAN BAHAN BAKAR FOSIL
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, telah disadari bahwa penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan masalah pencemaran lingkungan khususnya pencemaran udara. Berikut ini akan kita bahas beberapa aspek yang berkaitan dengan pencemaran udara akibat penggunaan bahan bakar fosil. 
Pada suhu rendah, oksigen dan nitrogen tidak bereaksi. Akan tetapi, tingginya suhu dalam mesin kendaraan dan pengaruh loncatan bunga api listrik dari busi, membuat keduanya saling bereaksi. Setelah keluar dari knalpot kendaraan, nitrogen monoksida kemudian bereaksi dengan udara (oksigen) membentuk nitrogen dioksida.
Gas-gas yang terdapat dalam asap kendaraan bermotor banyak yang dapat menimbulkan kerugian, diantaranya adalah CO2, CO, hidrokarbon, oksida nitrogen, dan oksida belerang.

a.         Karbon dioksida (CO2)
Sebenarnya, karbon dioksida tidak berbahaya bagi manusia. Akan tetapi, karbon dioksida tergolong gas rumah kaca, sehingga peningkatan kadar CO2 di udara dapat mengakibatkan peningkatan suhu permukaan bumi (pemansan global). Pemanasan global dapat mempengaruhi iklim, mencairkan es abadi di kutub dan berbagai rangkaian akibat lainnya.
b.      Karbon monoksida (CO)
Gas karbon monoksida tidak berwarna dan tidak berbau, sehingga keberadaannya tidak segera diketahui. Gas itu bersifat racun, dapat menimbulkan rasa sakit pada mata, saluran pernapasan, dan paru-paru. Bila masuk ke dalam darah melalui pernapasan, CO bereaksi dengan hemoglobin dalam darah membentuk COHb (karboksihemoglobin). Seperti kita ketahui, hemoglobin ini seharusnya bereaksi dengan oksigen menjadi O2Hb (oksihemoglobin) dan membawa oksigen yang diperlukan oleh sel-sel tubuh. Akan tetapi, afinitas CO terhadap Hb sekitar 300 kali lebih besar daripada O2. Bahkan Hb yang telah mengikat oksigen dapat diserang oleh CO. Jadi, CO menghalangi fungsi vital Hb untuk membawa oksigen bagi tubuh.
Ambang batas CO di udara sebesar 20 ppm. Udara dengan kadar CO lebih 100 ppm akan menimbulkan sakit kepala dan gangguan pernafasan. Kadar yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan kematian.
c.       Oksida belerang (SO2 dan SO3)
Belerang dioksida apabila terhisap oleh pernapasan akan bereaksi dengan air dalam saluran pernafasan dan membentuk asam sulfit yang akan merusak jaringan dan menimbulkan rasa sakit. Apabila SO3 yang terisap, maka yang terbentuk adalah asam sulfat dan asam ini lebih berbahaya. Oksida belerang dapat pula larut dalam air hujan dan menyebabkan hujan asam.
d.      Oksida nitrogen (NO dan NO2)
Campuran NO dan NO2 sebagai bahan pencemar biasa ditandai dengan lambag NOx. Ambang batas NOx di udara adalah 0,05 ppm. NOx di udara tidak beracun (secara langsung) pada manusia, tetapi NOx ini bereaksi dengan bahan-bahan pencemar lain dan menimbulkan fenomena asbut (asap-kabut) atau smog (smoke and fog). Asbut menyebabkan berkurangnya jarak pandang, iritasi pada mata dan saluran pernafasan, menjadikan tanaman layu, dan menurunkan kualitas materi.
e.       Partikel timah hitam
Senyawa timbel dari udara dapat mengendap pada tanaman sehingga bahan makanan terkontaminasi. Keracunan timbel yang ringan menyebabkan sakit kepala, mudah teriritasi, mudah lelah, dan depresi. Keracunan yang lebih hebat menyebabkan kerusakan otak, ginjal, dan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Best Practice

Cerita Praktik Baik (Best Practice) Menggunakan Metode Star (Situasi, Tantangan, Aksi, Refleksi Hasil Dan Dampak)  Sebelum membaca best pra...