https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSfzCxnQCBmQVG2CcSQbroLnc4ndbooWrVQ18egmuKImnrKLJA/viewform?usp=sf_link
Minyak bumi merupakan komoditi hasil tambang yang
sangat besar peranannya dalam perekonomian Indonesia. Minyak bumi merupakan
campuran dari berbagai senyawa. Penyusun utama minyak bumi adalah hidrokarbon,
terutama alkana, sikloalkana, dan senyawa aromatis. Penampakan fisik minyak
bumi sangat beragam, tergantung dari komposisinya.
Pada umumnya, minyak bumi yang baru dihasilkan dari
sumur pengeboran berupa lumpur berwarna hitam atau cokelat gelap, meskipun ada
juga minyak bumi yang berwarna kekuningan, kemerahan, atau kehijauan. Minyak
hasil pengeboran ini disebut minyak mentah (crude
oil). Komposisi penyusun minyak bumi selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Jenis Senyawa
|
Jumlah
(Persentase)
|
Contoh
|
Hidrokarbon
|
90
– 99 %
|
Alkana,
sikloalkana, dan aromatis
|
Senyawa
belerang
|
0,1
– 7 %
|
Tioalkana
(R – S – R)
Alkanatiol
(R – S – H)
|
Senyawa
nitrogen
|
0,01
– 0,9 %
|
Pirol
(C4H5N)
|
Senyawa
oksigen
|
0,01
– 0,4 %
|
Asam
Karboksilat
|
Organologam
|
Sangat
kecil
|
Senyawa
logam nikel
|
Proses Terjadinya
Minyak Bumi
Salah satu teori terjadinya minyak bumi adalah teori
“dupleks”. Menurut teori ini, minyak bumi terbentuk dari penguraian
senyawa-senyawa organik dari jasad
mikroorganisme
jutaan tahun yang lalu di dasar laut atau di darat. Sisa-sisa tumbuhan dan
hewan tersebut tertimbun oleh endapan pasir, lumpur, dan zat-zat lain selama
jutaan tahun dan mendapat tekanan serta panas bumi secara alami. Bersamaan
dengan proses tersebut, bakteri pengurai merombak senyawa-senyawa kompleks
dalam jasad organik menjadi senyawa-senyawa hidrokarbon. Proses penguraian ini
berlangsung sangat lamban sehingga untuk membentuk minyak bumi dibutuhkan waktu
yang sangat lama. Itulah sebabnya minyak bumi termasuk sumber daya alam yang
tidak dapat diperbarui, sehingga dibutuhkan kebijaksanaan dalam eksplorasi dan
pemakaiannya.
Hasil peruraian yang berbentuk cair akan menjadi
minyak bumi dan yang berwujud gas menjadi gas alam. Untuk mendapatkan minyak
bumi ini dapat dilakukan dengan pengeboran. Beberapa bagian jasad renik
mengandung minyak dan lilin. Minyak dan lilin ini dapat bertahan lama di dalam
perut bumi. Bagian-bagian tersebut akan membentuk bintik-bintik, warnanya pun
berubah menjadi cokelat tua. Bintink-bintik itu akan tersimpan di dalam lumpur
dan mengeras karena terkena tekanan bumi. Lumpur tersebut berubah menjadi
batuan dan terkubur semakin dalam di dalam perut bumi. Tekanan dan panas bumi
secara alami akan mengenai batuan lumpur sehingga mengakibatkan batuan lumpur
menjadi panas dan bintin-bintik di dalam batuan mulai mengeluarkan minyak kental
yang pekat. Semakin dalam batuan terkabur di perut bumi, minyak yang dihasilkan
akan semakin banyak. Pada saat batuan lumpur mendidih, minyak yang dikeluarkan
berupa minyak cair yang bersifat encer, dan saat suhunya sangat tinggi akan
dihasilkan gas alam. Gas alam ini sebagian besar berupa metana.
Sementara itu, saat lempeng kulit bumi bergerak,
minyak yang terbentuk di berbagai tempat akan bergerak. Minyak bumi yang
terbentuk akan terkumpul dalam pori-pori batu pasir atau batu kapur. Oleh
karena adanya gaya kapiler dan tekanan di perut bumi lebih besar dibandingkan
dengan tekanan di permukaan bumi, minyak bumi akan bergerak ke atas. Apabila
gerak ke atas minyak bumi ini terhalang oleh batuan yang kedap cairan atau
batuan tidak berpori, minyak akan terperangkap dalam batuan tersebut. Oleh
karena itu, minyak bumi juga disebut petroleum. Petroleum berasal dari
bahasa Latin, petrus artinya batu dan oleum yang artinya minyak.
Daerah di dalam lapisan tanah yang kedap air tempat
terkumpulnya minyak bumi disebut cekungan atau antiklinal. Lapisan paling bawah
dari cekungan ini berupa air tawar atau air asin, sedangkan lapisan di atasnya
berupa minyak bumi bercampur gas alam. Gas alam berada di lapisan atas minyak
bumi karena massa jenisnya lebih ringan daripada massa jenis minyak bumi.
Apabila akumulasi minyak bumi di suatu cekungan cukup banyak dan secara
komersial menguntungkan, minyak bumi tersebut diambil dengan cara pengeboran.
Minyak bumi diambil dari sumur minyak yang ada di pertambangan-pertambangan
minyak. Lokasi-lokasi sumur-sumur minyak diperoleh setelah melalui proses studi
geologi analisis sedimen karakter dan struktur sumber.
Berikut adalah proses pembentukan minyak
bumi beserta gambar ilustrasi:
1. Ganggang hidup di danau tawar (juga di laut). Mengumpulkan energi dari matahari dengan fotosintesis
1. Ganggang hidup di danau tawar (juga di laut). Mengumpulkan energi dari matahari dengan fotosintesis
2. Setelah
ganggang-ganggang ini mati, maka akan terendapkan di dasar cekungan sedimen dan
membentuk batuan induk (source rock). Batuan induk adalah batuan yang
mengandung karbon (High Total Organic Carbon). Batuan ini bisa batuan
hasil pengendapan di danau, di delta, maupun di dasar laut. Proses pembentukan
karbon dari ganggang menjadi batuan induk ini sangat spesifik. Itulah sebabnya
tidak semua cekungan sedimen akan mengandung minyak atau gas bumi. Jika karbon
ini teroksidasi maka akan terurai dan bahkan menjadi rantai karbon yang tidak
mungkin dimasak.
3. Batuan induk akan terkubur di bawah
batuan-batuan lainnya yang berlangsung selama jutaan tahun. Proses pengendapan
ini berlangsung terus menerus. Salah satu batuan yang menimbun batuan induk
adalah batuan reservoir atau batuan sarang. Batuan sarang adalah batu
pasir, batu gamping, atau batuan vulkanik yang tertimbun dan terdapat ruang
berpori-pori di dalamnya. Jika daerah ini terus tenggelam dan terus ditumpuki
oleh batuan-batuan lain di atasnya, maka batuan yang mengandung karbon ini akan
terpanaskan. Semakin kedalam atau masuk amblas ke bumi, maka suhunya akan
bertambah. Minyak terbentuk pada suhu antara 50 sampai 180 derajat Celsius.
Tetapi puncak atau kematangan terbagus akan tercapai bila suhunya mencapat 100
derajat Celsius. Ketika suhu terus bertambah karena cekungan itu semakin turun
dalam yang juga diikuti penambahan batuan penimbun, maka suhu tinggi ini akan
memasak karbon yang ada menjadi gas.
4. Karbon terkena panas dan bereaksi
dengan hidrogen membentuk hidrokarbon. Minyak yang dihasilkan oleh batuan induk
yang telah matang ini berupa minyak mentah. Walaupun berupa cairan, ciri fisik
minyak bumi mentah berbeda dengan air. Salah satunya yang terpenting adalah
berat jenis dan kekentalan. Kekentalan minyak bumi mentah lebih tinggi dari
air, namun berat jenis minyak bumi mentah lebih kecil dari air. Minyak bumi
yang memiliki berat jenis lebih rendah dari air cenderung akan pergi ke atas.
Ketika minyak tertahan oleh sebuah bentuk batuan yang menyerupai mangkok
terbalik, maka minyak ini akan tertangkap dan siap ditambang.
PENGOLAHAN MINYAK BUMI
Minyak mentah (crude
oil) tidak dapat langsung digunakan. Agar dapat dimanfaatkan, maka minyak
bumi harus mengalami proses pengolahan dahulu. Pengolahan minyak bumi dilakukan
pada kilang minyak melalui dua tahap. Pengolahan tahap pertama (primary processing) dilakukan dengan
cara distilasi bertingkat dan pengolahan tahap kedua (secondary processing) dilakukan dengan berbagai cara.
Pengolahan tahap pertama
Pengolahan tahap pertama
Pengolahan tahap pertama dilakukan dengan distilasi
bertingkat, yaitu proses distilasi berulang-ulang sehinggadidapatkan berbagai
macam hasil berdasarkan perbedaan titik didihnya. Hasil pada proses distilasi bertingkat
ini meliputi dapat dilihat pada gambar skema berikut.
1.
Fraksi pertama
menghasilkan gas yang pada akhirnya dicairkan kembali dan dikenal dengan nama
elpiji atau LPG (Liquefied Petroleum Gas).
LPG digunakan untuk bahan bakar kompor gas dan mobil BBG atau diolah lebih
lanjut menjadi bahan kimia lainnya.
2.
Fraksi kedua disebut
nafta (gas bumi). Nafta tidak dapat langsung digunakan tetapi diolah lebih
lanjut pada tahap kedua menjadi bensin (premium) atau bahan petrokimia yang
lain. Nafta sering disebut bensin berat.
3.
Fraksi ketiga atau
fraksi tengah, selanjutnya dibuat menjadi kerosin (minyak tanah) dan avtur
(bahan bakart pesawat jet).
4.
Fraksi keempat sering
disebut solar yang digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
5.
Fraksi kelima disebut
juga minyak berat dan diolah menjadi minyak pelumas
6.
Residu yang berisi
hidrokarbon rantai panjang dan dapat diolah lebih lanjut pada tahap kedua
menjadi berbagai senyawa karbon lainnya, dan sisanya sebagai aspal dan parafin.
Pengolahan tahap kedua
Pada pengolahan tahap kedua, dilakukan berbagai
proses lanjutan dari hasil penyulingan pada tahap pertama. Proses-proses
tersebut meliputi:
1. Perengkahan
(cracking)
Pada
proses ini, dilakukan perubahan struktur kimia senyawa-senyawa hidrokarbon yang
meliputi: pemecahan rantai, alkilasi (pembentukan gugus alkil), polimerisasi
(penggabungan rantai karbon), reformasi (perubahan struktur), dan isomerisasi
(perubahan isomer).
2. Proses
ekstraksi
Pembersihan
produk dengan menggunakan pelarut sehingga didapatkan hasil yang lebih banyak
dan mutu lebih baik.
3. Proses
kristalisasi
Proses
pemisahan produk-produk melalui perbedaan titik cairnya. Misalnya, dari
pemurnian solar melalui proses pendinginan, penekanan, dan penyaringan akan
diperoleh produk sampingan lilin.
4. Pembersihan dari kontaminasi (treating)
4. Pembersihan dari kontaminasi (treating)
Pada
proses sebelumnya, sering terjadi kontaminasi (pengotoran). Kotoran ini harus
dibersihkan dengan cara menambahkan soda kaustik (NaOH), tanah liat atau proses
hidrogenasi.
Hasil proses tahap kedua ini dapat dikelompokkan berdasarkan
titik didih dan jumlah atom karbon pembentuk rantai karbonnya.
Titik didih
|
Jumlah atom
karbon
|
Kegunaan
|
<
20 oC
|
C1
– C4
|
Bahan
bakar gas, dikenal sebagai LPG
Bahan
baku pembuatan berbagai produk petrokimia
|
20
– 60 oC
|
C5
– C6
|
Dikenal
sebagai petroleum eter, merupakan pelarut non-polar, digunakan sebagai cairan
pembersih
|
60
– 100 oC
|
C6
– C7
|
Ligrolin
atau nafta, pelarut non-polar, dan cairan pembersih
|
40
– 200 oC
|
C5
– C10
|
Bensin
sebagai bahan bakar minyak
|
175
– 325 oC
|
C12
– C18
|
Kerosin
(minyak tanah), avtur
|
250
– 400 oC
|
C12
ke atas
|
Solar,
minyak diesel
|
Zat
cair
|
C20
ke atas
|
Oli,
pelumas
|
Zat
padat
|
C20
ke atas
|
Lilin
parafin, aspal ter
|
BENSIN
Hasil pengolahan minyak bumi umumnya digunakan
sebagai bahan bakar. Bensin merupakan salah satu bahan bakar hasil pengolahan
minyak bumi yang penting. Saat ini ada beberapa jenis bensin yang beredar di
pasaran diantaranya premium, pertamax, dan pertamax plus.
Mutu bensin ditentukan oleh efektifitas
pembakarannya di dalam mesin. Bensin yang baik tidak menimbulkan ketukan (knocking) pada mesin. Ketukan pada mesin
terjadi bila bensin terbakar tidak pada saat yang tepat, sehingga akan
mengganggu gerakan piston pada mesin.
Angka yang digunakan untuk menunjukkan mutu bensin ini
disebut angka oktan atau bilangan oktana. Semakin tinggi angka oktan bensin,
semakin baik mutu bensin tersebut. Penentuan angka oktan suatu bahan bakar
dilakukan dengan pengujian di laboratorium, yaitu dengan membandingkan
efisiensi pembakarannya dengan bensin standar.
Bensin standar yang mengandung 100 % isooktana
diberi angka oktan 100, sedangkan yang mengandung 100% n-heptana diberi angka oktan 0. Jadi, bensin standar yang mempunyai
angka oktan 60 artinya mengandung 60% isooktana dan 40% n-heptana. Alkohol yang mempunyai angka oktan 112, bukan berarti
bahwa alkohol tersebut mengandung isooktana 112%. Akan tetapi, alkohol tersebut
mempunyai efisiensi pembakaran 12% di atas bensin standar yang berkadar
isooktana 100%. Jadi, jika suatu bahan bakar mempunyai angka oktan 80 berarti
mutu (kualitas) pembakarannya setara dengan bensin standar yang mengandung 80%
isooktana dan 20% n-heptana.
Bensin yang dihasilkan dari proses penyulingan
mempunyai angka oktan 70 – 80. Peningkatan angka oktan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya dengan menambahkan TEL (Tetra Ethyl Lead) dengan rumus kimia Pb(C2H5)4.
Cara ini efektif, tetapi timbal sisa pembakarannya dapat mengendap di mesin.
Oleh karena itu, perlu ditambahkan senyawa 1,2-dibroetana (C2H4Br2),
yang nanti akan mengikat timbal menjadi PbBr2 yang mudah menguap. Adanya
PbBr2 yang berasal dari bensin menimbulkan masalah pencemaran.
DAMPAK PEMBAKARAN BAHAN
BAKAR FOSIL
Dalam beberapa dasawarsa
terakhir, telah disadari bahwa penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan masalah
pencemaran lingkungan khususnya pencemaran udara. Berikut ini akan kita bahas
beberapa aspek yang berkaitan dengan pencemaran udara akibat penggunaan bahan
bakar fosil.
Pada
suhu rendah, oksigen dan nitrogen tidak bereaksi. Akan tetapi, tingginya suhu
dalam mesin kendaraan dan pengaruh loncatan bunga api listrik dari busi,
membuat keduanya saling bereaksi. Setelah keluar dari knalpot kendaraan,
nitrogen monoksida kemudian bereaksi dengan udara (oksigen) membentuk nitrogen
dioksida.
Gas-gas yang terdapat dalam asap kendaraan bermotor
banyak yang dapat menimbulkan kerugian, diantaranya adalah CO2, CO,
hidrokarbon, oksida nitrogen, dan oksida belerang.
a.
Karbon dioksida (CO2)
Sebenarnya, karbon dioksida tidak
berbahaya bagi manusia. Akan tetapi, karbon dioksida tergolong gas rumah kaca,
sehingga peningkatan kadar CO2 di udara dapat mengakibatkan peningkatan suhu
permukaan bumi (pemansan global). Pemanasan global dapat mempengaruhi iklim,
mencairkan es abadi di kutub dan berbagai rangkaian akibat lainnya.
b. Karbon
monoksida (CO)
Gas karbon monoksida tidak berwarna dan
tidak berbau, sehingga keberadaannya tidak segera diketahui. Gas itu bersifat
racun, dapat menimbulkan rasa sakit pada mata, saluran pernapasan, dan
paru-paru. Bila masuk ke dalam darah melalui pernapasan, CO bereaksi dengan
hemoglobin dalam darah membentuk COHb (karboksihemoglobin). Seperti kita
ketahui, hemoglobin ini seharusnya bereaksi dengan oksigen menjadi O2Hb
(oksihemoglobin) dan membawa oksigen yang diperlukan oleh sel-sel tubuh. Akan
tetapi, afinitas CO terhadap Hb sekitar 300 kali lebih besar daripada O2.
Bahkan Hb yang telah mengikat oksigen dapat diserang oleh CO. Jadi, CO
menghalangi fungsi vital Hb untuk membawa oksigen bagi tubuh.
Ambang batas CO di udara sebesar 20 ppm.
Udara dengan kadar CO lebih 100 ppm akan menimbulkan sakit kepala dan gangguan
pernafasan. Kadar yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan kematian.
c. Oksida
belerang (SO2 dan SO3)
Belerang dioksida apabila terhisap oleh
pernapasan akan bereaksi dengan air dalam saluran pernafasan dan membentuk asam
sulfit yang akan merusak jaringan dan menimbulkan rasa sakit. Apabila SO3 yang
terisap, maka yang terbentuk adalah asam sulfat dan asam ini lebih berbahaya.
Oksida belerang dapat pula larut dalam air hujan dan menyebabkan hujan asam.
d. Oksida
nitrogen (NO dan NO2)
Campuran NO dan NO2 sebagai
bahan pencemar biasa ditandai dengan lambag NOx. Ambang batas NOx
di udara adalah 0,05 ppm. NOx
di udara tidak beracun (secara langsung) pada manusia, tetapi NOx ini bereaksi dengan
bahan-bahan pencemar lain dan menimbulkan fenomena asbut (asap-kabut) atau smog (smoke and fog). Asbut menyebabkan berkurangnya jarak pandang,
iritasi pada mata dan saluran pernafasan, menjadikan tanaman layu, dan
menurunkan kualitas materi.
e. Partikel
timah hitam
Senyawa
timbel dari udara dapat mengendap pada tanaman sehingga bahan makanan
terkontaminasi. Keracunan timbel yang ringan menyebabkan sakit kepala, mudah
teriritasi, mudah lelah, dan depresi. Keracunan yang lebih hebat menyebabkan
kerusakan otak, ginjal, dan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar